Thursday, March 19, 2009

Tanggung Jawab Agama terhadap Anak Jalanan

Makalah pada Lokakarya “Pengembangan Model Penanganan Anak Jalanan Melalui Fungsionalisasi Rumah Singgah, diselenggarakan oleh ICMI Orwil DKI Jakarta, 27 Agustus 2002.
Musuh utama Islam adalah kemiskinan dan kebodohan. Bila dua hal ini dibiarkan akan merusak dan menyuramkan masa depan bangsa, serta menggoyang sendi-sendi kehidupan masyarakat. Konsep zakat merupakan salah satu alternatif penyelesaian kedua masalah utama tersebut.. Bukankah salah satu cara jitu untuk memperbaiki nasib si miskin adalah pendidikan. Bukankkah pendidikan memberi jalan dan peluang mobilitas social secara vertical. Dalam Al-Qur,an dan Hadist, banyak diungkapkan pentingnya memberantas kemiskanan dan pentingnya pendidikan sebagai upaya pemecahannya, antara lain:
  • “Tahukah kamu siapakah orang yang mendustakan agama? Dialah orang yang menghardik anak yatim dan tidak mau memberi makan orang miskin” (QS. Al-Ma’un ayat 1-3)
  • "Dan dalam harta mereka (selalu ingat) akan hak (orang miskin) yang meminta, dan yang (karena suatu alasan) tak mau meminta" (QS. Adz-Dzariyat ayat 19)
  • “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu mmebersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoakan untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS.At-Taubah ayat 103)
  • “Saling bertolonganlah kamu atas kebaikan dan ketaqwaan”. (QS. Al Maidah, ayat 2).
  • “Allah akan meninggikan derajat bagi orang-orang yang beriman dan para penuntut ilmu” (QS.
Posisi anak jalanan dalam peta kemiskinan menurut kalangan ulama dimasukkan dalam ibn sabil sebagai orang yang berhak menerima zakat:
  • “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus-pengurus (‘amil) zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya (Al-Mu’allafah Qulubuhum), untuk (memerdekakan) budak (Ar-Riqab). Orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah (Al-Gharimin),dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (Ibn Sabil), sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS.At-Taubnah ayat 60 )
  • Ibn Sabil di zaman Rasulullah saw, sebagaimana dalam berbagai literatur juga pendapat para ulama, adalah orang-orang yang kehabisan bekal ketika mencari nafkah, ketika bersilaturahmi, atau ketika mencari ilmu. Bahkan untuk pencari ilmu, jika kehabisan bekal disamping disebut sebagai ibn sabil, dapat juga disebut sebagai sabilillah (di jalan Allah). Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits, sabda Rasulullah saw, "Barangsiapa yang keluar (pergi) dalam mencari ilmu, maka termasuk sabilillah, sehingga ia kembali." (HR. Turmudzi).
  • Sebagian ulama kontemporer, seperti Syeikh Rasyid Ridha, berpendapat bahwa untuk saat kini, bisa juga dimasukkan kedalam kelompok ibn sabil orang yang meminta suaka ke negeri lain karena di negerinya tidak bisa melaksanakan ajaran Islam. Masuk pula kelompok ini anak-anak jalanan dan anak buangan yang sama sekali tidak memiliki keluarga yang mau bertanggung jawab terhadap kehidupannya.
  • Sebagian ulama mazhab Hambali, berpendapat bahwa juga termasuk kelompok ibn sabil ini para tuna wisma yang menjadi pengemis, yang sama sekali tidak memiliki keterampilan bekerja sehingga tak memiliki penghasilan (lihat Hukum Zakat, Yusuf Qardhaqi, 662-663).
Konsep keluar dari kemiskinan melalui pendidikan telah ditampakkan secara jelas dalam pembagian zakat seperti diungkapkan di atas. Oleh karena itu zakat disebut juga sebagai sebuah social responbility. Artinya secara pribadi setiap muslim juga bertanggung jawab membantu umat yang tidak mampu. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Sholat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesalehan pribadi. Maka zakat sangat penting dalam pembentukan kesalehan sosial. Implikasi kesalehan sosial ini sangat luas. Pemahaman sholat dalam pembentukan kesalehan pribadi sudah dipahami dan dilaksankan merata dikalangan kaum muslimin ,namun belum demikian terhadap zakat. Padahal zakat merupakan satu institusi yang dapat dipakai sebagai alternatif bagi pengentasan kemiskinan ummat dan peningkatan pendidikan. Zakat, sebagaiman halnya shalat, merupakan satu arkaan min arkaanil-Islam, yaitu sendi (rukun) Islam yang ke-empat, setelah syahadatain, shalat, dan shaum (puasa). Dalam Kitab suci Al Quranul Karim, selalu diseiringkan perintah shalat dan zakat ini. Bambuapus, 26 Agustus 2002

No comments: