Wednesday, March 18, 2009

Revitallsasi Perguruan Tinggi Islam dalam Era Otonomi Daerah Menghadapi Persaingan Global

Disampaikan dalam Kongres/ Munas VIII Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta, 7 Nopember 2001 di Jakarta
Dunia pendidikan tinggi Islam diakui mengalami perkembangan dalam beberapa dekade terakhir ini. Pada masa lalu, dunia pendidikan tinggi Islam adalah dunia yang saugat eksIusif, hanya bisa dinikmati oleh lapisan masyarakat tertentu dan terbatas di lingkungan kota kota besar. Dewasa ini, perguruan-perguruan tinggi Islam telah menyebar dan dapat diakses oleh semua lapisan masvarakat. Bahkan karena sudah begitu massifnya pendidikan tinggi Islam, sehingga telah menciptakan lapisan intelektual yang cukup kuat , tidak sedikit kalangan menaruh optiniisme akarl terbent.uknya masyarakat madani [masyarakat berperadaban tinggi di negeri berpenduduk mayorltas muslini Ini. Kredit atas perkernbangan ini teritu saja harus dialamatkan antara lain pada perguruan perguruan tinggi Islam yang dikelola oleh rnasyarakat sendiri, yang dikenal dengan perguruan Tinggi Islam Swasta. Kehadiran perguruan tinggi tersebut sangat berperan besar dalam menaikkan arigka partisipasi kasar pada level pendidikan tinggi. Perguruan-perguruan tinggi Islam Swasia pada umumnya memiliki basis yang kuat di tengah terigah-tengah masyarakat, sehingga memiliki daya dukung tersendiri dalam menawarkarl kesempatan dan program studi.. Terlepas dari capaian di atas, dunia pendidikan tinggi Islam dihadapkan pada tantangan tantangan yang merupakan konsekuensi dari trend globalisasi di satu sisi dan trend otonomi daerah, di sisi yang lain trend globalisasi meniscayakan adanya kornpetisi tingkat dunia melintasi batas batas nasionalisme dalam berbagai bidang. Dalam konteks ini, Indonesia harus dipandang sebagai bagian dari dunia yang terbuka dalam perputaran arus dan gerak ekonomi, politik, dan kebudayaan. Sementara itu, trend otonomi daerah meniscayakan adanya kreativitas, kemandirian, dan keanekaragaman daerah dalam proses pembangunan.. Dalam kaitan ini, Indonesia tidak ada lain adalah satu entitas negara bangsa yang lepas dari rnonopoli kekuasaan budaya, sosial, dan politik yang tunggal. Kedua trend di atas, pada dasarnya menghadirkan tantangan yang sangat luar biasa terhadap eksistensi dan semangat nasionalisme. Sebagaimana terbukti dalam sejarahnya, peran perguruan tinggi Islam swasta dalam merighadapi tantangan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia memiliki dampak yang sangat effektir. Dalam kaitan ini, peran perguruan tinggi Islam Swasta tersebut harus direvitalisasi sehingga dapat inenun.jukkan peran aktual yang relevan dengan tantangan tantangan di atas. Untuk tujuan ini, beberapa hal harus dipikirkan bersama antara lain menyangkut identitas PTIS, perwujudan otonomi perguruan tinggi, pernbaharuan program studi, kurikulum, dan metodologi, manajemcn PTIS, dan jaringan PTIS. Identitas PTIS selama ini terletak pada faktor keislaman dan faktor kemandirian masyarakat. Sejauh ini, identitas leislaman seringkali diidentikkan dengan semangaf dakwah dalam pengertian konvensional. Persepsi ini antara lain berdampak pada penyelenggaraan pendidikan yang kurang professional dan cenderung ekskIusif. Citra ini harus dirumuskan ulang dengan mempertimbangkan esensi ajaran Islam sendiri vang sangat mengutamakan tanggungjawab, menekankan keterbukaan, dan menjun.jung tinggi rasionalitas. Derigan demikdan, identitas "Islam” yang digunakan oleh perguruan tinggi Islam tidak terbatas untuk membangkitkan sentimen di kalangan ummat Islam agar berpatisipasi.
  1. Identitas lain dari perguan tinggi Islam swasta terletak pada istilah swasta itu sendiri. Dalam masa yarig cukup panjang istilah swasta itu sendiri telah dipersepsl dengan negatif sehingga mengesankan sebagai perguruan tiriggi kelas dua. Kalangan PTIS harus mampu merubah citra di atas dengan mengedepankan semangat kemandirian dan kreatifitas dalam meningkatkari mutu pendidikati. Terlebih lebih dalam kebijakan pendidikan nasional dewasa ini dikotomi aritara negeri dan swasta mulal dicairkan antara lairi dengaii melakukan standar dan kontrol mutu yang sama.
  2. Program program studi di Iingkungan PTIS memerlukan penajaman dan sekaligus pendalaman sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bervariasi. Dalam hal ini diperlukan keberanian untuk menentukan fokus pengembangan keilmuan dan profesiorialisme pada masing masing PTIS. Sejauh ini terdapat kecenderungan untuk membuka program studi sebanyak¬ banyaknya tanpa mempertimbangkan relevansi, kemampuan, dan kekuatannya.
  3. Sejalan dengan tantangan globalisasi dan otonomi daerah, kurikulurn PTIS harus lebiH kreatif dengan mengadopsi potensi dan kebutuhan lokal dan sekaligus men,jalin relasi internasional. Sebagai lembaga pendidikaii tinggi, PTIS dapat menjadi pusat keunggulan pada masing masing wilaylah dalam bidang penelitian, pengembangan sumberdaya manusia dan perencanaan pembangunan. Dengan posisi sentral ini, PTIS juga dapat menjadi mitra dan jembatan penghuburig dengan kekuatan kekuatan vang lebih besar, baik di dalam negeri maupun luar negerl.
  4. Globalisasi (dan ototiorni daerah pada dasarnya juga tercermiri dalam perkembarigan kajian keislamaan di Indonesia. PTIS, dengan identitas Islamnya itu, diharapkan dapat trierrielopori proses diversifikasi metodologi kajian keislaman di Indonesia. Kajiain keislaman bukan lagi monopoli dunia Islam, tetapi sudah menjadi bagian dari tradisi akademik Barat. Dengan kekuatan komunikasi dan instit.usi yang luar hiasa, kaidan keIslamaii ala Barat itu telah menga.lanii interaksi clan dialcktika Ivang sangat intensif di berbagai belahan dunia Islam, termasuk di Indonesia. Sebagai pusat kajian, PTIS diharapkan dapat mendorong pengembangan rnctodologi kajian keislaman vang bervariasi sehingga dapat menampilkan pemahaman keagamaan yang inklusif dan komprehensif. Kekuatan dan kelemahan dari masing-¬masing metodologi akan dapat ditutupi satu sama lain dengan mengoperasikan metodologi tersebut. secara seimbang dan tuntas.
  5. Jaringan PTIS harus (dikembangkan antara lain dengan melibatkan perguruan tinggi negeri. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan kecenderungan dikhotomi negeri -¬ swasta yang berlebihan. Derigan demikdan, proses pengembangan, keijasama, dan saling belajar antara perguruan tinggi dapat terjadi secara lebih luas dan produklif.
Demikianlah beberapa pokok pikiran dalam rangka meningkatkan peran dan fungsi PTIS di era globalisasi dan otonomi daerah. 

HR Bambuapus, 24 Oktober 2001

No comments: