Sunday, September 12, 2021

Taufik Abdullah : Pendorong Lahirnya Doktor di Kalangan Dosen IAIN

Tulisan ini diperuntukkan memperingati 85 tahun Pak Taufik Abdullah yang dimuat di buku 85 Tahun Taufik Abdullah Perspektif Intelektual Dan Pandangan Publik

     Ada tiga kelemahan utama IAIN, kata Prof. Mukti Ali ketika menjadi Menteri Agama. Pertama, kelemahan menguasai bahasa asing, kedua, kelemahan dalam metode penelitian ilmu agama Islam atau metode pemahaman Islam; dan ketiga, kelemahan dalam mental ilmu. Kelemahan itu bersumber pada kemampuan dosen IAIN yang kebanyakan hanya lulusan sarjana lengkap (Drs). Ada juga dosen bergelar doktor lulusan dari perguruan tinggi di Timur Tengah dan Barat tapi jumlahnya sangat sedikit Prof. Mukti Ali menyadari perlunya   program peningkatan kualitas dosen dengan menyekolahkan mereka kembali ke jenjang pendidikan yang  lebih tinggi.  Salah satu dari program peningkatan dosen itu adalah dengan memperbanyak dosen IAIN yang bergelar doktor, Bila mengharapkan peluang menyekolahkan dosen ke Timur Tengah dan Barat, tentu peluang yang bisa ikut sedikit, karena persyaratan bahasa maupun pembiayaannya cukup berat. Oleh karena itu salah satu langkahnya dengan membuka program doktor sendiri di IAIN Yogyakarta dan Jakarta. 

Namun masalahnya, untuk membuka program doktor diperlukan  dosen yang bergelar doktor dan berjabatan profesor yang cukup jumlahnya. Syarat itu belum bisa dipenuhi oleh IAIN.  Prof Mukti Ali sebagai Menteri Agama, meminta Direktur Perguruan Tinggi Agama (Drs. Achmad Chotib) untuk mewujudkan tugas itu. Dalam pertemuan para tokoh Departemen Agama   antara lain H. A. Timur Djaelani MA, Dr. Muljanto Sumardi,  Drs. Achmad Chotib, Dr. Zakiah Dradjat, Drs. Zaini Muchtarom MA,  bersama Pak Mukti Ali,  disepakati untuk  membuka dan membiayai Program Doktor Dosen IAINUntuk itu diperlukan membentuk Steering Committee yang akan membahas, menyiapkan  dan melaksanakan program doktor tersebut. Steering Committee terbentuk  tahun 1977 dan ketuanya langsung Prof. Mukti Ali dan Sekretarisnya Drs.Achmad Chotib,  dengan anggota:  Prof. Dr. H. M. Rasyidi, Prof. H. Bustami Abdul Gani, Prof. Harsya  Bachtiar, Dr.Taufik Abdullah, Dr.Mulyanto Sumardi, Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (H. Zaini Dahlan MA) dan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Prof. Dr. Harun Nasution).

Dalam keanggotaan Steering Committee dimasukkan dua orang ilmuan yang berada di luar Departemen Agama  yaitu Prof. Harsya. Bachtiar dan Dr. Taufik Abdullah. Kedua tokoh ilmuan ini  diungkapkan berasal dari  keahlian ilmu sosial yang erat dengan ilmu agama. Pak Harsya dalam bidang Sosiologi dan Pak Taufik dalam bidang Sejarah. Kemudian keduanya punya perhatian terhadap perguruan tinggi Islam, serta punya jaringan luas dengan dunia akademik internasional. Keduanya nanti juga banyak membimbing calon doktor IAIN.

Steering Comittee  yang menentukan diterima tidaknya proposal disertasi seseorang dosen  untuk ikut program ini. Kemudian Steering Committee juga yang menentukan siapa pembimbing dari calon doktor itu. Untuk membimbing para calon doktor itu Steering Committee menunjuk beberapa guru besar dan doktor dalam berbagai bidang ilmu  dari berbagai universitas termasuk dari luar negeri. Mereka itu antara lain : Prof.Dr.Harsya Bachtiar, Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr.Tjan Tjoe Siem,  Prof. Dr. Mohammad Koesnoe SH, Prof. Dr. N. Tujimah, Dr. Muchtar Buchari, Prof. Bustanul Arifin.SH, Dr. Anwar Haryono, Prof. Drs Sutrisno Hadi, Prof. Dardji Darmadi Hardjo SH, Prof. Dr. Mahadi. SH, Dr. H. T. Jafizham Sh, Prof. Dr. H.M.Harun Al Rasyid. Prof. Dr. Deliar Noer, Dr. Alfian, Dr. Dardjo Somaatmadja Msc, Prof. Dr. A. Mukti Ali, Prof.Dr. Muchtar Yahya, Prof. K. H. Syafei A. Karim, Prof. Dr. Harun Nasution, Prof. Dr. Mahmud  Yunus, Prof. Bustami A. Gani, Prof. A. Hasymi , Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Dr. Karel A. Steenbrink, Prof. Dr. R. Roolvink, Prof. Dr. J. Van Baal, Dr. Lance Castles

            Kehadiran Program ini untuk memberi peluang bagi  dosen IAIN yang hanya berjenjang pendidikan doktoral lengkap (Drs/Dra) untuk menjadi doktor. Masa  itu sistem belajar dan jenjang pendidikan di IAIN  lima tahun dengan jenjang: propaedeuse, kandidat, bakaloreat, doktoral I dan doktoral II. Setelah lulus ujian doktoral,  dalam ijazah mereka disebutkan ..... telah lulus ujian Doktoral Lengkap dengan hasil ....., sehingga kepadanya diberi  hak memakai sebutan Doktorandus (Drs) atau Doktoranda (Dra) dalam ilmu .....dan diberi hak menempuh promosi. Sistem ini mengikuti pola pendidikan tinggi di Negeri Belanda yang ketika itu hanya mengenal jenjang bakaloreat (B.A), doktorandus (Drs) dan doktor (Dr). Sedangkan di Amerka memakai jenjang bachelor, magister dan doktor. 

Peserta Program Doktor Dosen IAIN itu. kemudian  dikirim ke Negeri Belanda untuk melakukan penelitian selama setahun dengan biaya pemerintah Belanda  atas kerjasama Pemerintah Indonesia dan Belanda. Selama penelitian di Negeri Belanda mereka dibimbing oleh dosen dari universitas di Belanda.  Ketika penulisan disertasinya selesai di bawah bimbingan promotor dan co promotornya, mereka di uji di sidang ujian terbuka Senat IAIN di depan penguji dari para guru besar yang ada dan juga dari guru besar dari universitas lain termasuk dari universitas luar negeri. 

Setelah banyak dosen dari program ini mendapatkan gelar doktor dan kembali mengajar di IAIN, ditambah pulangnya beberapa doktor dari Timur Tengah dan Barat,  maka oleh Menteri Agama Alamsyah dibuka Fakultas Pascasarjana di IAIN   Jakarta dan IAIN Yogyakarta,  melalui Surat Keputusan Menteri Agama No. 78 tahun 1982. Dalam Surat Keputusan tersebut diangkat  Prof. Dr. Harun Nasution sebagai dekan untuk IAIN Jakarta dan Prof. Mukti Ali sebagai dekan untuk IAIN Yogyakarta, tapi beliau tidak bersedia hanya ingin mengajar, lalu ditetapkan Prof. Dr. Zakiah Darajat sebagai dekannya. Ketika dibuka,  Fakultas Pascasarjana baru menerima mahasiswa untuk  program magister (S.2). Sementara itu Program Doktor Dosen IAIN masih tetap jalan sampai dengan dibukanya program S3 tahun 1984. Program ini kemudian diintegrasikan dengan Fakultas Pascasarjana,  Pak Taufik terus aktif dalam Steering Committee sampai Program Doktor Dosen IAIN itu diintegrasikan dengan Fakultas Pascasarjana tahun 1984. 

Penulis sebagai pegawai pada Direktorat Perguruan Tinggi Agama, ikut aktif dalam mengurus program ini. Juga dapat kesempatan  ikut program ini sebagai salah seorang pesertanya. Dalam Program Doktor yang penulis ikuti ditunjuk   dua orang  pembimbing,  Prof. Dr. Harun Nasution guru besar  IAIN Syarif Hidayatullah dan Prof. Dr. Taufik Abdullah ketika itu status beliau di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan juga guru besar  Universitas Gajah Mada. Beberapa teman berkomentar kenapa memilih Pak Taufik Abdullah sebagai pembimbing. Beliau itu kata mereka “pembimbing yang sulit, setiap kita menyerahkan tulisan kembalinya  banyak sekali coretan dan catatannya”. Ku jawab tulisanku mengenai sejarah pejabat agama di Indonesia. Beliaulah ahli sejarah di Indonesia. Berarti aku akan mendapat banyak masukan dan  ilmu darinya. Nantinya tulisanku akan menjadi lebih baik. Apalagi aku juga dibimbing oleh Prof. Harun Nasution tokoh “pembaharu” dalam pemikiran Islam. 

Pada awalnya aku  ingin menulis disertasi tentang “Parewa Syara’ di masyarakat Bugis Makasar” seperti dalam proposal yang ku ajukan pada Program DoktorParewa syara’ menarik untuk dikaji setelah aku melakukan penelitian dalam rangka tugas penelitian di PLPIIS Ujung Pandang tahun 1982. Ketika itu aku meneliti tentang “Pewarisan Nilai-Nilai Agama pada Masyarakat Bugis”. Dalam penelitian itu aku banyak membaca literatur dan dokumen tentang “parewa Syara’ (pejabat agama) di masyarakat Bugis. Serta wawancara dengan beberapa di antara mereka. Kulihat  bahannya cukup banyak, menarik untuk diteliti.  

Ketika pertama kali konsultasi, komentar Pak Taufik dengan gaya bahasa yang ringan kenapa ambil saya jadi pembimbingmu, bukankah saya banyak dihindari oleh teman-teman  IAIN. Kujawab sebagai  peneliti  yang sedang menulis disertasi, perlu banyak mendapat catatan dan komentar dari tokoh yang terkenal dan mempunyai keahlian dalam bidang yang kutulis. Dengan demikian mudah-mudahan tulisanku nanti menjadi lebih baik. Sambil lalu Pak Taufik menyebutkan ada mahasiswa program doktor yang dibimbingnya tak muncul lagi, setelah menerima banyak catatan dan komentarku. Kelemahan tulisan orang IAIN kalimatnya pajang-panjang seperti bahasa ceramah. Padahal katanya menulis disertasi harus padatdalam kalimat lengkap subjek, predikat dan objeknya. dan tidak beranak pinak  kalimatnya.

Kemudian Pak Taufik bertanya. Husni kamu berasal dari mana? Saya jawab dari Pagaralam Sumatera Selatan. Lanjut beliau kenapa disertasi kamu masalah “parewa syara’” di Bugis. Kamu tentu lebih paham masyarakat Sumatera Setatan daripada masyrakat Bugis. Walaupun kamu pernah meneliti di Bugis. Orang yang menulis tentang Bugis sudah cukup banyak, baik sarjana Indonesia maupun sarjana Barat dan luar negeri lainnya. Di samping itu kata beliau kamu perlu tambahan waktu untuk belajar dan memahami dokumen dan manuskrif berbahasa Bugis. Kenapa kamu tidak  ambil daerahmu  sendiri  Palembang. Kan ada juga “parewa syara’”, apa namany di daerahmu. Ku jawab namanya “penghulu”. Lanjut beliau, Palembang punya sejarah besar mulai dari zaman Sriwijaya lalu  kesultanan kemudian zaman kolonial. Masih sedikit sekali orang yang menulis tentang Palembang. Akan lebih baik kamu mengambil daerah Palembang. Ketika itu ku jawab bagimana kalau aku menulis masalah penghulu di masa kesultanan dan di masa kolonial di Palembang. Beliau bilang bagus.  Lalu kutanya bagaimana dengan judul yang telah disetujui ini? 

Kata Pak Taufik  judul dan daftar isi yang anda susun di proposal itu hanya acuan  anda dalam meneliti. Nanti setelah anda mulai meneliti dan menulis berdasarkan data dan dokumen yang anda dapatkan,  boleh jadi judul dan daftar isinya berubah. Jangan memaksakan menulis berdasar judul dan daftar isi, karena itu akan membuat anda “memaksakan data” untuk uraian tertentu yang belum tentu pas. Tapi tulislah  berdasarkan data dan dokumen yang ditemukan di lapangan. Dengan penjelasannya itu hatiku lega, karena selama ini aku diiikat dalam menemukan data oleh judul dan daftar isi dalam proposal yang telah disetujui Steering Committee. Kata Pak Taufik  yang penting anda paham betul masalah apa yang  dicari dalam penelitian ini sebagai panduan. 

Judul disertasiku ketika disetujui itu “Peranan Penghulu dalam Masyarakat Palembang di Masa Kesultanan dan Kolonial”.  Setelah selesai penelitian dan proses pembimbingan dari promotorku  judul dan daftar isi disertasiku berubah lebih menukik ke masalah utama dari penelitianku. Judul terakhir menjadi Sistem Otoritas dan Administrasi Islam; Studi tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang. Aku teringat Pak Taufik juga memilih tesis dan disertasinya tentang  daerah  Minangkabau. 

Selama  penelitian  di Negeri Belanda,  penulis temukan banyak  naskah dan manuskrif Palembang dalam tulisan Arab Melayu. Tulisan yang dulu kupelajari ketika di sekolah PGAN 4 tahun. Ingat perkataan Pak Taufik kalau kamu meneliti tentang Palembang tidak akan kesulitan membaca naskah dan manuskrif tentang Palembang dari pada naskah dan manuskrif Bugis.  Beberapa teman asing yang juga meneliti daerah Jambi dan Riau sering memintaku untuk mentranskrip tulisan Arab Melayu ke Bahasa Indoensia.




Selalu kuingat kata Pak Taufik tentang bagaimana hubungan antara pembimbing dan mahasiswa yang dibimbingnya. “Mahasiswa bimbingan itu bukan anak buah, tapi ia  adalah partner akademik, teman diskusi, saling berbagi ilmu”. Pernyataan ini membuatku lebih nyaman dalam berkonsultasi.  Draft pertamaku penuh coretan dan catatan namun tetap menghargai dan memotivasiku. Pikirku bila  tidak banyak coretan dan catatan dari pembimbing, tentu aku berpikir tulisanku sudah baik dan jangan-jangan aku merasa “pintar”. Coretan dan catatannya selalu memberi jalan keluar, bukan mematahkan semangatku. Semangat menghargai dan memotivasi menjadi ciri Pak Taufik. Walaupun disertasiku sudah usai sikap tersebut masih berlanjut seperti tampak ketika memberi kata pengantar terbitnya buku disertasiku  “Sistem Otoritas dan Administrasi IslamStudi tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang:

“Dengan mengambil sasaran perhatian utama Palembang, studi ini telah mengambil wilayah yang relatif kurang banyak dipelajari, dibanding dengan Jawa atau Aceh, umpamanya. Pengetahuan kita tentang Palembang seakan-akan cukup terpusat pada Sriwijaya, yang malah selalu diperdebatkan, dan  “mitos” (ataukah sejarah ?) tentang asal usul Malaka, selanjutnya Johor serta tradisi politik Melayu, dan lagi-lagi “mitos” (ataukah sejarah?) tentang Raden Fatah yang dilahirkan di Palembang, melawan ayahnya, Brawijaya, yang raja Majapahit, untuk tampil sebagai pemegang hegemoni yang baru di Jawa (Kesultanan Demak) dan pada pengolahan minyak oleh kapitalisme modern. Studi ini bukan saja ingin mengisi sebagian dari kekosongan the body of knowledge  tentang wilayah-wilayah tanah air kita, tetapi juga tak kurang pentingnya memperlihatkan betapa sebuah polity yang berlandaskan dua corak kebudayaan politik yang paling utama di Nusantara, “Melayu” dan “Jawa”, berinteraksi dengan kekuatan asing. Buku ini bukan sekedar mengisi kekosongan-sesuatu yang pada dirinya sangat berharga-tetapi juga, meskipun tidak secara eksplisit, menunjukkan juga implikasi teoritis dalam usaha kita mempelajari corak dinamika lokal dari ummat Islam, sebagai sebuah kesatuan sosial yang dipersatukan oleh keterikatan kepada  doktrin agama yang universal dan abadi. Bagaimana kelokalan dan keuniversalan itu berinteraksi dan menemukan titik temu yang kreatif?. Maka begitulah, tanpa berpretensi yang muluk-muluk saudara Husni Rahim telah menghasilkan sebuah studi sejarah kelembagaan yang penting”

Demikian juga setiap kami berkomunikasi Pak Taufik selalu mengingatkan jangan lupa untuk menulis.  Selamat memasuki usia 85 tahun  Prof. Taufik Abdullah, semoga tetap sehat dan selalu memberi berkah untuk Indonesia.

 

Kepustakaan: 

Laporan Pelaksanaan Program Doktor Dosen IAIN tahun 1977/1978, 1978/1979, 1979/1980, 1980/1981, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama. 

Menteri-Menteri Agama RI ; Biografi Sosial Politik, Badan Litbang Agama, Departemen Agama, 1998

                                                                               

HR  Bambu Apus, 29 Agustus 2020

No comments: